BAB I
AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG
MANUSIA SEBAGAI KHALIFATULLAH
MEMBACA AYAT AL-QUR’AN
QS.AL-BAQOROH 30, QS.AL-MU’MINUN 12-14,
QS.AD-DZARIYAT 56, QS.AL-HAJ 5
QS : AL-BAQOROH : 30
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
QS : AL-MU’MINUUN 12-13-14
1. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati dari tanah.
2. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani dalam tempat yang kokoh .
3. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
QS : ADZ-DZARIYAT 56
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
QS : AL-HAJJ 5
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan , maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
BAB II
AYAT-AYAT AL-QUR’AN YANG BERHUBUNGAN DENGAN
IKHLAS DALAM BERIBADAH
QS : AL-AN’AM 162-163
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri.
QS – AL-BAYINAH 5
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam agama yang lurus , dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Pengertian Ikhlas :
Ikhlas adalah melaksanakan suatu amalan atau ibadah atau perbuatan hanya karena Allah Swt semata (Tauhid)
Ikhlas bukan pengertian yang identik dengan rela, atau ridha, akan tetapi Ikhlas merupakan lawan dari syirik. Artinya seseorang yang melakukan amal atau ibadah secara tidak ikhlas berarti orang tersebut sedang melakukan kemusyrikan.
Ikhlas itu merupakan kemurnian hanya kepada dan untuk Allah Swt saja. Ketika kita beribadah dengan ikhlas berarti ibadah kita hanya karena Allah saja, tidak karena ingin dilihat manusia, tidak karena tujuan dunia dll.
Lingkup Keikhlasan :
Dalam segala aspek kehidupan kita musti berlaku ikhlas, baik dalam ibadah, istianah, udhiyah, dll.
Ikhlas dalam ibadah : berarti ibadah kita hanya karena Allah Swt saja, tidak ditumpangi
Tujuan lain yang bersifat duniawi.
Ikhlas dalam do’a : berarti kita hanya berdo’a kepada Allah Saja, tidak kepada arwah
Atau ruh para wali, leluhur, Zin, dll.
Ikhlas dalam istianah: berarti kita hanya minta tolong kepada Allah swt sahaja, tidak min-
Ta tolong kepada yg ghaib selain Allah Saja.
Ikhlas dalam udhiyah: berarti kita hanya melakukan penyembelihan untuk Allah Sahaja
Tidak untuk kepentingan dunia, seperti kokohnya jembatan, atau
Selamatnya rumah dari mara bahaya.
Dan tidak melakukan penyembelihan atas nama BERHALA, yaitu
menyembelih sebagai persembahan bangsa halus ( ZIN, ARWAH )
BAB III
BERIMAN KEPADA ALLAH SWT
1.1. Pengertian
Keimanan meliputi ucapan, perbuatan dan itikad dalam hati.
Sedangkan beriman kepada Allah berarti meyakini dengan hati, dan diucapkan dengan lisan serta diperbuat dengan anggota badan bahwa Allah itu adalah sebagai Tuhan yang Maha ada, maha awal, maha kekal dsb.
Keimanan kepada Allah itu dapat bertambah kuat ataupun berkurang dan melemah bahkan bias hancur sama sekali. Hal ini tergantung kepada amal yang kita lakukan, jika melakukan kebajikan (ibadah) maka keimanan kepada Allah bertambah dan jika bermaksiat berarti keimanan kita kepada Allah berkurang.
Dalam rangka meningkatkan keimanan kepada Allah Swt maka kita dituntut untuk memahami dan mengenali sifat-sifat Allah Swt lebih mendalam yaitu sifat-sifat Allah yang terdapat dalam asmaul husna.
1.2. Sifat Allah dan Asmaul Husna
A. Sifat Allah
Sifat Allah Swt adalah suatu keadaan yang melekat pada zat Allah yang merupakan cerminan keadaan zat Allah Swt yang sebenarnya. Seperti contoh di bawah ini :
1. Allah bersifat WUJUD artinya MAHA ADA
2. Allah bersifat QIDAM artinya TANPA PERMULAAN
3. Allah bersifat BAQO artinya KEKAL
4. Allah bersifat Mukholapatu lilhawaditsi artinya BERBEDA
5. Allah bersifat Qiyamuhu binafsih artinya BERDIRI SENDIRI
6. Allah bersifat Wahdaniyat artinya ESA
7. Allah bersifat QUDROT artinya KUASA
8. Allah bersifat Irodat artinya BERKEHENDAK
9. Allah bersifat Ilmu artinya MAHA MENGETAHUI
10. Allah bersifat Hayat artinya HIDUP
11. Allah bersifat Sama artinya MENDENGAR
12. Allah bersifat Bashor artinya MELIHAT
13. Allah bersifat Kalam artinya MAHA BERBICARA
1.3. Sifat Allah swt dan keberadaannya pada manusia
Allah swt memiliki sifat-sifat yang agung yang tidak dimiliki oleh makhluknya. Walaupun demikian nama dari sifat-sifat Allah swt terkadang dipergunakan untuk mensifati manusia. Padahal sifat Allah Swt dengan sifat manusia memiliki kadar yang sangat berbeda. Akan tetapi kita sebagai manusia wajib untuk berusaha meningkatkan kadar dari sifat yang dimilikinya.
Ar Rohman-Ar Rohim, artinya maha pengasihdan penyayang. Sifat ini terdapat juga pada manusia walaupun kadarnya berbeda, oleh karena itu sebagai manusia harus berusaha keras sesuai kemampuan yang dimiliki manusia untuk memiliki dan mempraktikkan sifat rohman-rohim nya Allah Swt tersebut. Al Malik, artinya maha raja, dengan kemampuan kemanusiaan hendaknya dapat menjadi penguasa yang sesuai dengan yang Allah Swt miliki, bijaksana, adil, dll. Al Qudus, artinya maha suci, kesucian yang Allah miliki dapat kita contoh dan praktekkan sesuai kemampuan kemanusiaan, begitupun dengan sifat-sifat yang lain yang harus kita miliki misalnya, sifat as salam, al mu’min, almuhaimin, al aziiz, al jabbar dan al mutakabir, sesuai dengan kodrat kemanusiaan.
2.4. Hikmah dan fungsi dari masing-masing sifat Allah
Sifat Ar Rohman-Ar Rohim, artinya maha pengasih-penyayang Allah swt. Dengan memahami sifat- ini kita dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya selalu bersikap dermawan, mengasihi sesama,, menyayangi makkhluk Allah dll.
Al Malik, artinya maha raja. Dengan menghayati sifat ini kita akan menyadari bahwa raja yang sebenarnya hanyalah Allah Swt, oleh karena itu manusia tidak akan sombong, jika manusia menjadi penguasa di bumi ini tidak akan semena-mena terhadap bawahannya.
Al Qudus, artinya maha suci, dengan mempelajari sifat ini kita akan selalu berusaha untuk mensucikan diri agar kelas diterima disisi yang Maha Suci.
As Salam, artinya maha sejahera. Dengan memahami sifat ini kita akan berusaha selalu sejahtera dan damai walaupun keadaan seadanya. Begitupun sifat yang lain yang dapat kita pelajari misalnya, Al Mu’min, artinya maha terpercaya, Al Muhaimin, artinya maha memelihara
Al Aziiz, artinya maha perkasa, Al Jabar, artinya kehendaknya tak dapat diingkari, Al Mutakabir, artinya maha memiliki kebesaran, semuanya mengandung makna yang dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
A. Al-qudrah (berkuasa)
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "... dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu." (Al-Maidah: 120) "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 20) "Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (Al-Kahfi: 45) "Katakanlah: 'Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu'." (Al-An'am: 65) "Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembali-kannya (hidup sesudah mati)." (Ath-Thariq: 8)
B. Al-iradah (berkehendak)
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakiNya." (Al-Maidah: 1) "Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki." (Al-Hajj: 14) "Mahakuasa berbuat apa yang dikehendakiNya." (Al-Buruj: 16) "Sesungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: 'Jadilah!' maka terjadilah ia." (Yasin: 82)
Ayat-ayat ini menetapkan iradah untuk Allah Subhannahu wa Ta'ala yakni di antara sifat Allah yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ahlus-Sunnah wal Jama'ah menyepakati bahwa iradah itu ada dua macam:
a. Iradah Kauniyah, sebagaimana yang terdapat dalam ayat: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit ..." (Al-An'am: 125)
Yaitu iradah yang menjadi persamaan masyi'ah (kehendak Allah), tidak ada bedanya antara masyi'ah dan iradah kauniyah.
b. Iradah Syar'iyah, sebagaimana terdapat dalam ayat: "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (Al-Baqarah: 185)
Perbedaan antara keduanya ialah:
Iradah kauniyah pasti terjadi, sedangkan iradah syar'iyah tidak harus terjadi; bisa terjadi bisa pula tidak.
Iradah kauniyah meliputi yang baik dan yang jelek, yang bermanfaat dan yang berbahaya bahkan meliputi segala sesuatu. Sedangkan iradah syar'iyah hanya terdapat pada yang baik dan yang bermanfaat saja.
Iradah kauniyah tidak mengharuskan mahabbah (cinta Allah). Terkadang Allah menghendaki terjadinya sesuatu yang tidak Dia cintai, tetapi dari hal tersebut akan lahir sesuatu yang dicintai Allah. Seperti penciptaan Iblis dan segala yang jahat lainnya un-tuk ujian dan cobaan. Adapun iradah syar'iyah maka di antara konsekuensinya adalah mahabbah Allah, karena Allah tidak menginginkan dengannya kecuali sesuatu yang dicintaiNya, seperti taat dan pahala.
C. Al-'Ilmu (Ilmu)
4. Al-Hayat (Hidup)
Yaitu sifat dzatiyah azaliyah yang tetap untuk Allah, karena Allah bersifat dengan 'ilmu, qudrat dan iradah; sedangkan sifat-sifat itu tidaklah ada kecuali dari yang hidup. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya) ..." (Al-Baqarah: 255) "Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia ..." (Ghafir: 65) "Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati ..." (Al-Furqan: 58)
Ayat-ayat di atas menetapkan sifat hayat bagi Allah. Dan bahwa Al-Hayyul Qayyum adalah "Al-Ismul A'zham" (nama yang paling agung) yang jika Allah dipanggil dengannya pasti Dia mengabulkan, jika Dia dimintai dengannya pasti Dia memberi; karenanya hayat menunjukkan kepada seluruh sifat-sifat dzatiyah, dan qayyum menun-jukkan kepada seluruh sifat-sifat fi'liyah. Jadi seluruh sifat kembali kepada dua nama yang agung ini. BagiNya adalah kehidupan yang sempurna; tidak ada kematian, tidak ada kekurangan, tidak ada kantuk dan tidak ada tidur. Dialah Al-Qayyum, yang menegakkan yang lainNya dengan memberinya sebab-sebab kelangsungan dan kebaikan.
5. As-Sam'u (Mendengar) Dan Al-Bashar (Melihat)
Keduanya termasuk sifat dzatiyah Allah. Allah menyifati diriNya dengan kedua-duanya dalam banyak ayat, seperti firmanNya: "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura: 11) "Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (An-Nisa': 58) "... Sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat." (Thaha: 46)
Pendengaran Allah Subhannahu wa Ta'ala menangkap semua suara, baik yang keras maupun yang pelan; mendengar semua suara dengan semua bahasa dan dapat membedakan semua kebutuhan masing-masing. Satu pen-dengaran tidak mengganggu pendengaran yang lain. Berbagai macam bahasa dan suara tidaklah membuat samar bagiNya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Al-Mujadalah: 1) "Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka?" (Az-Zukhruf: 80)
6. Al-Kalam (Berbicara)
Di antara sifat Allah yang dinyatakan oleh Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma' salaf dan para imam adalah Al-Kalam. Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala berbicara sebagaimana yang Dia kehendaki; kapan Dia menghendaki dan dengan apa Dia kehendaki, dengan suatu kalam (pembicaraan) yang bisa didengar. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: “Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan (nya) dari-pada Allah.” (An-Nisa': 87) "Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?" (An-Nisa': 122) "Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (An-Nisa': 164) "... Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) ..." (Al-Baqarah: 253) "(Ingatlah), ketika Allah berfirman, 'Hai Isa ..." (Ali Imran: 55) "Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung Thur dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami)." (Maryam: 52) "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa ..." (Asy-Syu'ara: 10) "Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka ..." (Al-Qashash: 62) "...supaya ia sempat mendengar firman Allah..." (At-Taubah: 6) “… padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, …” (Al-Baqarah: 75)
7. Al-Istiwa' 'Alal-'Arsy (Bersemayam Di Atas 'Arsy)
Ia adalah termasuk sifat fi'liyah. Allah Subhannahu wa Ta'ala mengabarkan bahwa Dia bersemayam di ata 'Arsy, pada tujuh tempat di dalam kitabNya.
'Arsy menurut Bahasa Arab adalah singgasana untuk raja. Se-dangkan yang dimaksud dengan 'Arsy di sini adalah singgasana yang mempunyai beberapa kaki yang dipikul oleh malaikat, ia merupakan atap bagi semua makhluk. Sedangkan bersemayamnya Allah di atas-nya ialah yang sesuai dengan keagunganNya. Kita tidak mengetahui kaifiyah (cara)nya, sebagaimana kaifiyah sifat-sifatNya yang lain. Akan tetapi kita hanya menetapkannya sesuai dengan apa yang kita pahami dari maknanya dalam bahasa Arab, sebagaimana sifat-sifat lainnya, karena memang Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Arab.
8. Al-'Uluw (Tinggi) Dan Al-Fawqiyyah (Di Atas)
Dua sifat Allah yang termasuk dzatiyah adalah ketinggianNya di atas makhluk dan Dia di atas mereka. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar." (Al-Baqarah: 255) "Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi." (Al-A'la: 1) "Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit." (Al-Mulk: 16)
Maksudnya "Dzat yang ada di atas langit" apabila yang dimaksud dengan sama' (dalam ayat tersebut) adalah langit, atau "Dzat yang di atas" jika yang dimaksud dengan sama' adalah sesuatu yang ada di atas. Sebagaimana Dia menggambarkan tentang diangkatnya apa-apa kepadaNya: "... sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepadaKu ..." (Ali Imran: 55) "Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat `Isa kepada-Nya." (An-Nisa': 158)
9. Al-Ma'iyyah (Kebersamaan)
Ia adalah sifat yang tetap bagi Allah berdasarkan dalil yang banyak sekali. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
"Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." (At-Taubah: 40)
"Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada." (Al-Hadid: 4)
"... sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat". (Thaha: 46)
Dalil-dalil di atas menetapkan bahwa Allah Subhannahu wa Ta'ala selalu bersama hambaNya, di mana pun mereka berada.
Arti ma'iyah:
Ma'iyah Allah terhadap makhlukNya ada dua macam:
Ma'iyah umum bagi semua makhlukNya. Maksudnya, pengetahuan Allah terhadap amal perbuatan hamba-hambaNya, gerakan yang zhahir dan yang batin, perhitungan amal dan pengawasan ter-hadap mereka. Tidak ada sesuatu pun dari mereka yang lepas dari pengawasan Allah di mana pun mereka berada. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "... Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada ..." (Al-Hadid: 4)
10. Al-Hubb (Cinta) Dan Ar-Ridha (Ridha)
Ia adalah dua sifat yang tetap bagi Allah dan termasuk sifat fi'liyah. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ..." (Al-Fath: 18)
"... Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha terha-dapNya ..." (Al-Maidah: 119)
"Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa`at mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)." (An-Najm: 26)
"... maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya ..." (Al-Maidah: 54)
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (Al-Baqarah: 222)
"... sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (Al-Baqarah: 195)
Dalam ayat-ayat ini terdapat ketetapan adanya sifat mahabbah dan ridha bagi Allah. Bahwasanya Dia mencintai sebagian manusia dan meridhai mereka. Dan Dia mencintai sebagian amal dan akhlak, yaitu cinta dan ridha yang hakiki yang sesuai dengan keagunganNya Yang Mahasuci. Tidak seperti cintanya makhluk untuk makhluk atau ridhanya. Di antara buah cinta dan ridha ini ialah terwujudnya taufiq dan pemuliaan serta pemberian nikmat kepada hamba-hambaNya yang Dia cintai dan Dia ridhai. Dan bahwa terwujudnya cinta dan ridha dari Allah untuk hambaNya adalah dikarenakan amal shalih yang di antaranya adalah takwa, ihsan dan ittiba' kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi ..." (Ali Imran: 31)
(( وَلاَ يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ))
"Dan senantiasa hambaKu mendekat kepadaKu dengan melaksa-nakan ibadah-ibadah 'sunnah' sehingga Aku mencintainya." (HR. Al-Bukhari)
11. As-Sukhtu (Murka) Dan Al-Karahiyah (Benci)
Sebagaimana Allah mencintai hambaNya yang mukmin dan meri-dhainya, maka Dia juga memurkai orang-orang kafir dan munafik, membenci mereka dan membenci amal perbuatan mereka.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka ..." (Al-Ma'idah: 80) "... tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka ..." (At-Taubah: 46)
Murka dan benci adalah dua sifat yang tetap bagi Allah sesuai dengan keagunganNya. Di antara dampak dari keduanya adalah terja-dinya berbagai musibah dan siksaan terhadap orang-orang yang di-murkaiNya dan dibenci perbuatannya.
12. Al-Wajhu (Wajah), Al-Yadaani (Dua Tangan) Dan Al-'Ainaani (Dua Mata)
Ini adalah sifat-sifat dzatiyah Allah sesuai dengan keagunganNya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (Ar-Rahman: 27) "Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Wajah Allah." (Al-Qashash: 88)
Dua ayat tersebut menekankan wajah untuk Allah. Kita mene-tapkannya untuk Allah Subhannahu wa Ta'ala sesuai dengan keagunganNya sebagaimana Dia sendiri menetapkan untukNya. Dan Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki." (Al-Ma'idah: 64) "... apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tanganKu. ...". (Shaad: 75)
13. Al-'Ajab (Heran)
Ia adalah sifat yang tetap bagi Allah Subhannahu wa Ta'ala sesuai dengan apa yang pantas bagi keagunganNya, sebagaimana yang ada dalam beberapa nash-nash shahih dan sharih (jelas). Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
(( عَجِبَ رَبُّنَا مِنْ قُنُوْطِ عِبَادِهِ وَقُرْبِ غِيَرِهِ يَنْظُرُ إِلَيْكُمْ أَزِلِيْنَ قَنِطِيْنَ فَيَظَلُّ يَضْحَكُ يَعْلَمُ أَنَّ فَرَجَكُمْ قَرِيْبٌ ))
"Tuhan kita merasa heran terhadap keputus asaan hamba-ham-baNya padahal telah dekat perubahan (keadaan dari kesulitan kepada kemudahan) olehNya. Dia melihat kepadamu yang dalam keadaan sempit (susah) dan berputus asa. Dia pun tertawa, Dia mengetahui bahwa pertolonganNya untukmu adalah dekat." (HR. Ahmad dan lainnya)
Dalam hadits ini terdapat sifat heran dan tertawa, yaitu dua sifat Allah dari sifat-sifat fi'liyah-Nya sebagaimana sifat-sifatNya yang lain. Tidaklah keherananNya sama dengan keheranan makhluk, dan tidaklah pula tertawaNya sama dengan tertawanya makhluk. Tidak ada sesuatu pun yang menyamaiNya.
14. Al-Ityan Dan Al-Maji' (Datang)
Keduanya adalah sifat fi'liyah Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dia berfirman:
"Janganlah (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan ber-turut-turut, dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris." (Al-Fajr: 21-22)
"Tiada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan malaikat (pada hari kiamat) dalam naungan awan, ..." (Al-Baqarah: 210)
"Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malai-kat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedata-ngan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu. ..." (Al-An'am: 158)
Ayat-ayat tersebut menetapkan sifat ityan dan maji' bagi Allah I yaitu datang dengan DzatNya secara sebenarnya untuk memutuskan hukum antara hamba-hambaNya pada hari Kiamat, sesuai dengan ke-agunganNya. Sifat datang dan mendatangi itu tidak sama dengan sifat makhluk. Mahasuci Allah dengan hal itu.
15. Al-Farah (Gembira)
Al-Farah adalah sifat yang tetap bagi Allah. Ia merupakan salah satu dari sifat fi'liyah-Nya sesuai dengan keagunganNya. Dalam hadits shahih Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menyatakan bahwasanya Allah sangat bergembira karena taubat seorang hambaNya. Beliau Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
(( اللَّـهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ بِرَاحِلَتِهِ ))
“Allah amat gembira karena taubat hamba melebihi kegembira-an salah seorang dari kalian karena (telah menemukan) kendara-annya (kembali)." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Asmaul Husna
Asmaul Husna berarti nama-nama yang baik bagi Allah Swt. Dalam QS. Al A’rof 180 Allah Swt berfirman :
Artinya : Hanya milik Allah asmaa-ul husna , maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya . Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
Asmaul Husna hanya milik ALLAH SWT. Manusia sebagai makhluk-Nya hanya dapat memahami, mempelajari, dan meniru kandungan makna dari nama yang baik tsb dalam kehidupan sehari-hari.
1 ar-Rahmaan Yang Maha Pemurah Al-Faatihah: 3
2 ar-Rahiim Yang Maha Pengasih Al-Faatihah: 3
3 al-Malik Maha Raja Al-Mu'minuun: 11
4 al-Qudduus Maha Suci Al-Jumu'ah: 1
5 as-Salaam Maha Sejahtera Al-Hasyr: 23
6 al-Mu'min Yang Maha Terpercaya Al-Hasyr: 23
7 al-Muhaimin Yang Maha Memelihara Al-Hasyr: 23
8 al-'Aziiz Yang Maha Perkasa Aali 'Imran: 62
9 al-Jabbaar Kehendaknya Tdk Bisa DiingkariAl-Hasyr: 23
10 al-Mutakabbir Yang Memiliki Kebesaran Al-Hasyr: 23
11 al-Khaaliq Yang Maha Pencipta Ar-Ra'd: 16
12 al-Baari' Yang Mengadakan dari Tiada Al-Hasyr: 24
13 al-Mushawwir Yang Membuat Bentuk Al-Hasyr: 24
14 al-Ghaffaar Yang Maha Pengampun Al-Baqarah: 235
15 al-Qahhaar Yang Maha Perkasa Ar-Ra'd: 16
16 al-Wahhaab Yang Maha Pemberi Aali 'Imran: 8
17 ar-Razzaq Yang Maha Pemberi Rezki Adz-Dzaariyaat: 58
18 al-Fattaah Yang Maha Membuka (Hati) Sabaa': 26
19 al-'Aliim Yang Maha Mengetahui Al-Baqarah: 29
20 al-Qaabidh Yang Maha Pengendali Al-Baqarah: 245
21 al-Baasith Yang Maha Melapangkan Ar-Ra'd: 26
22 al-Khaafidh Yang Merendahkan Hadits at-Tirmizi
23 ar-Raafi' Yang Meninggikan Al-An'aam: 83
24 al-Mu'izz Yang Maha Terhormat Aali 'Imran: 26
25 al-Mudzdzill Yang Maha Menghinakan Aali 'Imran: 26
26 as-Samii' Yang Maha Mendengar Al-Israa': 1
27 al-Bashiir Yang Maha Melihat Al-Hadiid: 4
28 al-Hakam Yang Memutuskan Hukum Al-Mu'min: 48
29 al-'Adl Yang Maha Adil Al-An'aam: 115
30 al-Lathiif Yang Maha Lembut Al-Mulk: 14
31 al-Khabiir Yang Maha Mengetahui Al-An'aam: 18
32 al-Haliim Yang Maha Penyantun Al-Baqarah: 235
33 al-'Azhiim Yang Maha Agung Asy-Syuura: 4
34 al-Ghafuur Yang Maha Pengampun Aali 'Imran: 89
35 asy-Syakuur Yang Menerima Syukur Faathir: 30
36 al-'Aliyy Yang Maha Tinggi An-Nisaa': 34
37 al-Kabiir Yang Maha Besar Ar-Ra'd: 9
38 al-Hafiizh Yang Maha Penjaga Huud: 57
39 al-Muqiit Yang Maha Pemelihara An-Nisaa': 85
40 al-Hasiib Maha Pembuat Perhitungan An-Nisaa': 6
41 al-Jaliil Yang Maha Luhur Ar-Rahmaan: 27
42 al-Kariim Yang Maha Mulia An-Naml: 40
43 ar-Raqiib Yang Maha Mengawasi Al-Ahzaab: 52
44 al-Mujiib Yang Maha Mengabulkan Huud: 61
45 al-Waasi' Yang Maha Luas Al-Baqarah: 268
46 al-Hakiim Yang Maha Bijaksana Al-An'aam: 18
47 al-Waduud Yang Maha Mengasihi Al-Buruuj: 14
48 al-Majiid Yang Maha Mulia Al-Buruuj: 15
49 al-Baa'its Yang Membangkitkan Yaasiin: 52
50 asy-Syahiid Yang Maha Menyaksikan Al-Maaidah: 117
51 al-Haqq Yang Maha Benar Thaahaa: 114
52 al-Wakiil Yang Maha Pemelihara Al-An'aam: 102
53 al-Qawiyy Yang Maha Kuat Al-Anfaal: 52
54 al-Matiin Yang Maha Kokoh Adz-Dzaariyaat: 58
55 al-Waliyy Yang Maha Melindungi An-Nisaa': 45
56 al-Hamiid Yang Maha Terpuji An-Nisaa': 131
57 al-Muhshi Yang Maha Menghitung Maryam: 94
58 al-Mubdi' Yang Maha Memulai Al-Buruuj: 13
59 al-Mu'id Yang Maha Mengembalikan Ar-Ruum: 27
60 al-Muhyi Yang Maha Menghidupkan Ar-Ruum: 50
61 al-Mumiit Yang Maha Mematikan Al-Mu'min: 68
62 al-Hayy Yang Maha Hidup Thaahaa: 111
63 al-Qayyuum Yang Maha Mandiri Thaahaa: 11
64 al-Waajid Yang Maha Menemukan Adh-Dhuhaa: 6-8
65 al-Maajid Yang Maha Mulia Huud: 73
66 al-Waahid Yang Maha Tunggal Al-Baqarah: 133
67 al-Ahad Yang Maha Esa Al-Ikhlaas: 1
68 ash-Shamad Yang Maha Dibutuhkan Al-Ikhlaas: 2
69 al-Qaadir Yang Maha Kuat Al-Baqarah: 20
70 al-Muqtadir Yang Maha Berkuasa Al-Qamar: 42
71 al-Muqqadim Yang Maha Mendahulukan Qaaf: 28
72 al-Mu'akhkhir Yang Maha Mengakhirkan Ibraahiim: 42
73 al-Awwal Yang Maha Permulaan Al-Hadiid: 3
74 al-Aakhir Yang Maha Akhir Al-Hadiid: 3
75 azh-Zhaahir Yang Maha Nyata Al-Hadiid: 3
76 al-Baathin Yang Maha Gaib Al-Hadiid: 3
77 al-Waalii Yang Maha Memerintah Ar-Ra'd: 11
78 al-Muta'aalii Yang Maha Tinggi Ar-Ra'd: 9
79 al-Barr Yang Maha Dermawan Ath-Thuur: 28
80 at-Tawwaab Yang Maha Penerima Taubat An-Nisaa': 16
81 al-Muntaqim Yang Maha Penyiksa As-Sajdah: 22
82 al-'Afuww Yang Maha Pemaaf An-Nisaa': 99
83 ar-Ra'uuf Yang Maha Pengasih Al-Baqarah: 207
84 Maalik al-Mulk Yang Mempunyai Kerajaan Aali 'Imran: 26
85 Zuljalaal wa al-'Ikraam Yang Maha Memiliki Kebesaran serta Kemuliaan Ar-Rahmaan: 27
86 al-Muqsith Yang Maha Adil An-Nuur: 47
87 al-Jaami' Yang Maha Pengumpul Sabaa': 26
88 al-Ghaniyy Yang Maha Kaya Al-Baqarah: 267
89 al-Mughnii Yang Maha Mencukupi An-Najm: 48
90 al-Maani' Yang Maha Mencegah Hadits at-Tirmizi
91 adh-Dhaarr Yang Maha Pemberi Derita Al-An'aam: 17
92 an-Naafi' Yang Maha Pemberi Manfaat Al-Fath: 11
93 an-Nuur Yang Maha Bercahaya An-Nuur: 35
94 al-Haadii Yang Maha Pemberi Petunjuk Al-Hajj: 54
95 al-Badii' Yang Maha Pencipta Al-Baqarah: 117
96 al-Baaqii Yang Maha Kekal Thaahaa: 73
97 al-Waarits Yang Maha Mewarisi Al-Hijr: 23
98 ar-Rasyiid Yang Maha Pandai Al-Jin: 10
99 ash-Shabuur Yang Maha Sabar Hadits at-Tirmizi
BAB IV
PERILAKU TERPUJI
( KHUSNUDZON )
A. MUKADIMAH
Akhlak (sikap) adalah keadaan yang melekat pada diri manusia serta melahirkan perbuatan-perbuatan.
Jika KEADAAN BAIK maka PERILAKU-pun akan BAIK.
Kekecualian : - Dalam Keterpaksaan (dipaksa). - Dalam Kepura-puraan.
Syarat terbentuknya akhlak:
1) Perbuatan tersebut merupakan hasil usaha. BUKAN REFLEKSI
2) Perbuatan itu dilakukan dengan mudah TIDAK MAKRUH (MALAS & Terpaksa)
3) Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. TIDAK SESAAT
Sumber Akhlak :
1) Norma Keagamaan : Norma yg mengajarkan dengan dasar Qur’an dan Hadits.
Maka sumbernya Dari Tuhan. (Sifatnya : Tetap dan nyampe ke akhirat).
2) Norma Sekuler : Norma yang mengajarkan akhlak dengan pedoman kepada olah fikir dan pengalaman manusia.
Maka sumbernya : semata dari manusia saja (Berubah tak nyampe ke akhirat) JADI TIKET DI AKHIRAT APA?
- YANG MEMBEDAKAN MANUSIA + BINATANG adalah AKHLAK
- ILMU TANPA AKHLAK PENYEBAB KEHANCURAN
B. PENGERTIAN KHUSNUDZON
Khusnudzon adalah suatu akhlak terpuji yang mengandung arti berbaik sangka dan lawannya adalah su’udzon : artinya berburuk sangka.
Jadi setiap apa yang terjadi akan di tafsirkan secara baik oleh seseorang apabila mempunyai sikap khusnudzon (berbaik sangka). Dan setiap apa yang terjadi akan menjadi jelek dipandangannya apabila seseorang mempunyai sikap su’uzon (berburuk sangka).
Sikap khusnudzon ini bisa dilakukan terhadap Allah Swt, terhadap diri sendiri, maupun terhadap sesama manusia.
C. CONTOH-CONTOH KHUSNUDZON
1) Terhadap Allah Swt
Allah berfirman dalam hadits Qudsi, yang artinya : "Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku. Kalau ia berprasangka baik, maka ia akan mendapatkan kebaikan. Bila ia berprasangka buruk, maka keburukan akan menimpanya".
Berbaiksangka kepada Allah :
- Ketika ditimpa musibat ( JANGAN MENGATAKAN SIKSAAN – JANGAN PULA UJIAN) TAPI MUDAH-2XAN
- Ketika di sulitkan dari urusan-urusan. (JANGAN SEBUTKAN SIKSAAN- DIBALIK INI ADA PAHALA-USAHA)
- Ketika menerima rizki (JANGAN BILANG RIZKI SUNGKUNAN)
- Ketika memandang keadilan Allah (JANGAN BILANG ALLAH TAK ADIL – MUNGKIN KASIHAN AKIBAT KAYA)
- Ketika tidak dikabul do’a (MUNGKIN DALAM BENTUK LAIN – TAK SEKARANG – PAHALA )
- Ketika tidak di tolong di dunia (YANG TERBAIK ADALAH YANG TERJADI) NANTI DI AKHIRAT.
- Ketika tidak sehat (SEMOGA MERUPAKAN LADANG UNTUK CARI PAHALA) jika SABAR.
- Ketika di tolak cintanya , dll. (MUNGKIN TAK COCOK DENGAN KITA)
2) Terhadap Diri Sendiri.
Terhadap diri sendiri juga mesti berbaik sangka, agar kehidupan kita menjadi lebih enjoy dan menerima akan kenyataan.
Berbaik sangka terhadap diri :
- Ketika memandang sifat jelek kita, yang sulit diubah ( INILAH SIFAT SAYA WALAUPUN JELEK = SALAH)
- Ketika memperhatikan kecerdasan kita yang minim (HANYA SEGINI KECERDASAN SAYA = BELAJAR)
- Ketika tidak mampu bekerja maksimal (SAYA TAK MAMPU-HANYA INI KEMAMPUAN SAYA)
- Ketika tidak mampu beribadah yang baik (SAYA TAK MAMPU BERIBADAH DG MAKSIMAL = SALAH)
3) Terhadap Sesama Manusia
Berbaik sangka terhadap sesame manusia merupakan hal yang harus dikembangkan dan dipertahankan keberadaannya, karena kita hidup dan berinteraksi kebanyakan dengan sesame manusia, oleh karena itu agar terjadi keseimbangan interaksi perlu sekali dikembangkan sikap berbaik sangka.
Biasakanlah kita melatih diri untuk mencari seribu satu alasan positif agar dapat memaklumi orang lain. Respons positif kita bisa dijadikan salah satu cara untuk menghindari kebiasaan ber-su'uzhan
Oleh kerana itu, apabila kita mendapatkan informasi negatif tentang sesuatu yang terkait dengan peribadi seseorang apalagi seorang muslim, maka kita harus melakukan tabayyun (penyelidikan) terlebih dahulu sebelum mempercayainya apalagi meresponnya secara negatif, Allah berfirman yang ertinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan.” Q.S Al-Hujuraat : 6
D. FUNGSI KHUSNUDZON
1) Menentramkan jiwa. ( TENTRAM KARENA TAK BEKERJA SECARA KERAS MEMIKIRKAN KEJELEKAN)
2) Mantapkan keimanan ( KARAKTER ORANG BERIMAN ADALAH BAIK SANGKA )
3) Sikap tawaduk ( RENDAH HATI – TIDAK SOMBONG – ANGKUH ) KARENA MEMANDANG ORG BAIK.
4) Tawakal ( MENYERAHKAN URUSAN BATHIN KEPADA ALLAH SWT)
5) Hidup menjadi ringan ( TANPA BEBAN PIKIRAN )
6) Hubungan persahabatan akan lebih baik (TAK SALING MENYALAHKAN) CARI SOLUSI.
7) Terhindar dari penyesalan akibat buruk sangka (MENYESAL JIKA SALAH SANGKA)
8) Selalu berbahagia atas segala kemajuan orang lain, (SENANG JIKA ORANG MAJU-AGAR KITA ….)
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah menjadi bangkai? Maka, tentulah kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." QS Al Hujuraat:12
E. KHUSNUDZON AJARAN ISLAM YANG TINGGI
Mengapa Islam mengajarkan khusnudzon dan berfikir positif.
1) Kita harus berkhusnudzon dan berfikir positif, karena ternyata orang lain seringkali tidak seburuk yang kita sangka.
2) Berbaik sangka dapat mengubah suatu keburukan menjadi kebaikan. Contoh ketika rasul mendo’akan orang jahat dengan kebaikan, akibatnya mereka tertarik dengan islam.
3) Berfikir positif dan berbaik sangka dapat menyelamatkan hati. Sebab hati yang bersih adalah hati yang tidak menyimpan kebencian, hati yang tentram adalah hati yang tidak memendam syakwasangka, dan hati yang berseri hanyalah hati yang selalu berfikir positif. YANG PENTING bagaimana kita selalu baik pada orang lain, adapun orang tidak baik kepada kita bukan urusan kita, tapi urusan mereka dengan Allah Swt.
4)..Berfikir positif bisa membuat hidup kita lebih legowo.
BAB V
SUMBER HUKUM ISLAM
PENDAHULUAN :
Sumber hukum Islam adalah merupakan dasar pijakan muslim dalam berkehidupan. Tanpa didasari sumber hukum, akan timbul suasana dan situasi yang sangat tidak keruan, dimana setiap manusia akan membuat dasar pokok masing-masing yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan berfikir masing-masing dan kebutuhan masing-masing.
Sumber Hukum Islam yang pokok, pertama dan utama adalah Al-Qur’an : Sebenarnya secara umum dalam al-qur’an segala urusan sudah termaktub, akan tetapi petunjuk teknisnya tidak secara jelas ada dalam al qur’an melainkan di dalam sumber hukum Islam yang kedua yaitu HADITS (SUNNAH) Rasulullah Muhammad Saw. Al hasil hadits rasulullah adalah merupakan tafsiran dari al qur’an itu sendiri.
Jika Rasulullah tidak secara jelas merinci apa yang mujmal dalam al qur’an, maka umat islam berfikir (berijtihad) untuk menggali maksud dari apa yang termaktub dalam al qur’an yang masih bersifat umum tersebut.
1. Tercantum dalam sumber hokum islam yang mana, petunjuk pelaksanaan al qur’an ?
2. Sebutkan tujuan berijtihad
3. Sebutkan 1 alasan bahwa al qur’an dari Allah Swt
4. Sebutkan 1 contoh kemukjizatan al qur’an
I. AL-QUR’AN :
a) Pengertian :
Sebuah kitab dari Allah Swt sebagai mukjizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umat manusia yang tertulis dalam mushap, dengan bahasa arab, yang disampaikan secara mutawatir dan beribadah jika membacanya.
AL QUR’AN :
Kitab dari Allah : Benarkah al qur’an dari Allah Swt ? Benar bahwa al qur’a, dari Allah dan bukan
Buatan Nabi Saw.
Alasannya :
- Nabi SAW adalah seorang yang ummi (belum bias membaca + menulis) sehingga tidak mungkin al qur;an dibuat oleh orang yang tidak bias baca tulis
- Al qur’an mengandung mukjizat, jika bukan dari Allah swt, maka al qur’an tidak akan mengandung mukjizat.
Sebagai Mukjizat : - Petunjuk hidup untuk akhirat
- Menjelaskan hal mendatang
- Kalimat yang indah tak tertandingi
- Melemahkan untuk mendatangkan semisalnya
- Berlaku sepanjang jaman
Tertulis dalam mushap : Salinan al-qur’an adalah yang tertuang dalam seluruh mushaf qur’an yang
dicetak atau di tulis, sedangkan al qur’an sendiri berada di lauhim mahfudz
Berbahasakan Arab : Kearaban al qur’an merupakan bagian dari al qur’an. (terjemahan qur’an
Bukanlah al qur’an )
Ibadah jika membacanya : Jangankan yang membaca dan meneliti, orang yang mendengarkan nya
saja, apabila dengan baik dan benar, maka akan mendapatkan rahmat.
b) Fungsi dan Kedudukan :
Al qur’an merupakan sumber hukum islam yang pertama dan merupakan sumber hukum islam yang utama. Artinya tidak ada sebuah hukum pun yang boleh bertentangan dengan al qur’an, karena yang pertama dilihat adalah al qur’an, baru kemudian ke sumber hukum yang lain.
Multi fungsi al qur’an :
- Sebagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa.
- Sebagai dasar pijakan manusia
- Sebagai obat hati
- Sebagai obat jasad
- Sebagai mukjizat rasulullah saw yang terbesar
II. AL HADITS (SUNNAH)
a) Pengertian :
Sunnah rasulullah adalah Segala ucapan, perbuatan dan takrir Nabi Saw.
b) Kedudukan :
Kedudukan hadits adalah sebagai sumber hukum islam yang kedua. Hadits Rasul (sunnah) ini merupakan dasar hukum islam apabila tidak secara rinci dijelaskan oleh al qur’an.
c) Fungsi :
- Sebagai penafsir al qur’an
- sebagai perinci al qur’an apabila al qur’an masih bersifat mujmal
- Sebagai penjelas al qur’an apabila al qur’an masih bersifat umum
- Sebagai pencetus hukum apabila tidak ditemukan dalam al qur’an
III. IJTIHAD
a) Pengertian :
Ijtihad adalah berusaha keras dengan cara mengeluarkan fikiran dan kemampuan dalam rangka mengeluarkan hukum yang digali dari al qur’an dan hadits yang masih bersifat global, umum atau mengandung pengertian yang samar.
b) Kedudukan :
Kedudukan ijtihad sangat penting dalam tatanan hukum islam, yaitu sebagai pijakan hukum muslim apabila dalam al qur’an dan hadits tidak secara jelas di paparkan.
c) Fungsi :
- Untuk mempertegas al qur’an dan hadits yang bersifat umum
- Untuk membuat hukum yang tak tercantum dalam qur’an dan hadits dengan catatan tidak bertentangan dengan qur’an dan hadits.
d) Syarat syarat berijtihad
- mengetahui, memahami, menguasai alqur’an
- mengetahui, memahami, menguasai hadits
- mengerti dan memahami bahasa arab
- memiliki kemampuan mengambil hokum berdasarkan analog dg baik
- berakhlak mulia
BAB VI
SEJARAH DAKWAH RASULULLAH
PADA PERIODE MAKKAH
Periode Tauhid
Rasulullah tinggal di Makkah selama tiga belas tahun. Selama itu, beliau menyeru kaumnya untuk bertauhid dan mengesakan Allah dalam beribadah, berdo'a dan mengambil hukum serta menyeru untuk memerangi kemusyrikan. Hal itu terus beliau lakukan selama masa tersebut, sehingga aqidah Islam menjadi kokoh dan teguh dalam jiwa setiap sahabat, dan jadilah mereka orang-orang pemberani yang tidak takut kecuali kepada Allah.
Karena itu, para da'i hendaknya memulai dakwahnya dengan mengajak kepada tauhid dan memperingatkan agar mereka tidak terjerumus dalam perbuatan musyrik. Dengan demikian, ia telah mengikuti teladan Rasulullah dalam berdakwah.
Periode Ukhuwah (Persaudaraan)
Rasulullah berhijrah dari Makkah ke Madinah untuk membangun sebuah masyarakat muslim yang tegak berdasarkan saling cinta dan kasih sayang.
Hal yang pertama beliau lakukan adalah membangun masjid, tempat berkumpul nya umat Islam dalam beribadah kepada Allah. Di dalamnya, mereka berkumpul lima kali sehari, untuk mengatur hidup mereka.
Lalu Rasulullah segera mempersaudarakan antara kaum Anshar, penduduk pribumi (Madinah) dengan orang-orang Muhajirin dari Makkah, yang hijrah dengan meninggalkan semua harta benda mereka. Orang-orang Anshar pun lalu menawarkan harta mereka kepada kaum Muhajirin, serta membantu memenuhi apa yang mereka butuhkan.
Rasulullah mengetahui bahwa terjadi saling bermusuhan an-tara sebagian penduduk Madinah. Yaitu antara suku Aus dan Khazraj. Maka Rasulullah mendamaikan di antara mereka, menjadikan me-reka bersaudara yang satu sama lain saling mencintai dalam ikatan iman dan tauhid. Seperti ditegaskan dalam sabda beliau, "Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya ...".
Periode Persiapan
Dalam Al-Qur'an, Allah Ta'ala memerintahkan agar umat Islam bersiap siaga untuk menghadapi musuh-musuh Islam. Allah ÓÈÍÇæç è ÊÙÇäé berfirman,
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka apa saja yang kamu sanggupi." (Al-Anfaal: 60)
Rasulullah menafsirkan ayat ini dengan sabdanya,
"Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu adalah (kepandaian) melempar." (HR. Muslim)
Melempar dan mengajarkannya adalah wajib atas setiap muslim, sesuai dengan kemampuannya. Meriam, tank baja, pesawat tempur dan berbagai senjata lainnya, semua membutuhkan latihan dan belajar melempar ketika menggunakannya. Alangkah baiknya jika para siswa di sekolah-sekolah diajari olah raga melempar atau memanah. Lalu digalakkan lomba untuk jenis olah raga tersebut, sehingga anak-anak menjadi siap guna mempertahankan agama dan tempat-tempat suci mereka.
Sayang sekali, anak-anak sekarang lebih suka menghabiskan waktunya dengan bermain bola, dengan penyelenggaraan pertandingan di sana-sini. Mereka membuka paha (aurat) padahal Islam menyuruh kita untuk menutupinya, serta meninggalkan shalat padahal Allah menyuruh kita untuk menjaganya.
Ketika kita kembali kepada aqidah tauhid,
Saling berkasih sayang dalam ikatan persaudaraan Islam, serta telah siap menghadapi musuh dengan berbagai senjata yang dimiliki. Maka insya Allah akan turunlah pertolongan buat kaum muslimin, sebagaimana pertolongan itu telah diturunkan kepada Rasulullah , dan kepada para sahabat sesudah beliau wafat. Allah ÓÈÍÇæç è ÊÙÇäé berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedu-dukanmu." (Muhammad: 7)
DIKTAT
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KELAS X
SEMESTER 1
Oleh
ANANG SAEPUDIN, SPdI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MJPS 1
KELOMPOK TEKNOLOGI DAN INDUSTRI
JALAN CIGEUREUNG NO.19 TLP. 331356
TASIKMALAYA
2006
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke khadirat Allah swt, shalawat serta salam semoga terlimpah ruahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Alhamdulillah penulis telah dapat menyusun Diktat Pendidikan Agama Islam dalam rangka untuk mempermudah dalam proses pembelajaran PAI yang ada kaitannya dengan menambah pengetahuan dalam bidang materi yang telah ditentukan judul-judulnya.
Penulis sangat berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya pembuatan Diktat ini, terutama kami sampaikan kepada
1. Kepala Sekolah, atas segala pasilitas yang telah diberikan untuk terlaksananya penyusunan buku ini.
2. Guru-guru dan karyawan yang telah membantu kelancaran pembuatan diktat ini.
Akhirnya pen ulis menyadari bahwa dalam penyusunan diktat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan dimasa yang akan dating.
Demikian prakata penulis semoga buku ini ada manfaatnya.
Amiin.
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
Bab I Manusia sebagai Khalifatullah
Bab II Ikhlas dalam Ibadah
Bab III Iman Kepada Allah Swt
Bab IV Akhlak Terpuji
Bab V Sumber-sumber Hukum Islam
Bab VI Sejarah Dakwah Rasulullah pada periode Makkah
terimakasih banyak atas materinya
BalasHapus